Wednesday, 30 January 2013

STORY IN BANDUNG

Ceritanya saya pas perjalanan ke Bandung nih, sekitar bulan Maret 2012 lalu. Saya dan temen-temen kebetulan mewakili kampus untuk ikut lomba PLC (Progammable Logic Controller) di ITB. Aku berempat, ada Judin, Imam dan Bashar yang satu jurusan di ITN, T. Elektro. Waaah, kesempatan emas sekali ini bagi kami. Meskipun proposal yang kami ajukan disetujui pihak kampus cuma setengah dari jumlah tim kami, tapi kami mensiasati dengan mencari cara lain. Yaitu dengan mencari penginapan yang ala kadarnya. And well, akhirnya kami bisa berempat mengikuti lomba itu. Hehee...

Aku tidak menceritakan tentang lomba yang kami ikuti, tapi ini perjalananku sendiri bukan bersama tim. Yeah, sebelum lomba PLC dilaksanakan kami seluruh peserta diharapkan menghadiri acara Technical Meeting. Dalam TM ini saya disuruh mewakilinya sendirian. Haaa? Iya, mau bagaimana lagi dana sudah mepet, lagipula aku pernah cerita sebelumnya kalau aku ada temen sekolah dulu yang kerja di Bandung. Nah, dari itu temen-temen nyaranin agar aku mewakili mereka dengan menginap di tempat temenku. Awalnya sih saya nolak, tapi aku teringat temenku yang juga pengen ke Bandung untuk berkunjung di tempat kakaknya.

Yuhuw dia adalah Indra, temen kuliah juga. Aku rayu untuk bisa berangkat ke Bandung bersamaku *biar ada teman hehe. And well, akhirnya dia terima tawaranku. Dan kami memutuskan untuk beli tiket kereta di Stasiun Kota Baru Malang. Sekitar seminggu setelah beli tiket ini, akhirnya kami berangkat ke kota kembang Bandung.

Dalam perjalanan, kami disuguhkan pemandangan-pemandangan yang luar biasa indahnya. Melewati kota Blitar, Tulungagung, Kediri, Nganjuk dst. Yeah indah sekali, nice dah pokoknya. Kayak pas nglewatin bibir jurang & menikmati serunya lewat terowongan di daerah Malang selatan saat itu. Sambil merasakan sensasi di dalam kereta api, sesekali aku memberi kabar temenku yang ada di Bandung, Agus.

Kami turun di Stasiun Kiara Condong yang letaknya sebelum stasiun kota Bandung. Karna memang tempat tinggal temenku lebih mudah ditempuh dari Kiara Condong ini. Dan hal yang tak kami inginkan tiba-tiba menyelinap. Di mana pas aku sudah dekat dengan Stasiun Kiara Condong ini aku nggak bisa ngehubungin No. HP temenku. Wahh kami sempet bingung juga, sampai di Stasiun Kiara Condong kami juga belum bisa menghubunginya. Kami mondar-mandir di stasiun, tapi pas kami mau keluar tiba-tiba ada yang nggebuk saya dari belakang dan ternyata Agus. Wahh, kami lega akhirnya nggak terjadi apa-apa. Dan ternyata HP-nya  hilang pas perjalanan jemput kami. Waduhhh, saya jadi nggak enak. Dan bersamaan Agus datang, ternyata kakaknya Indra juga sudah datang.

Kami langsung melanjutkan perjalanan ke tempat Agus. Setelah nyampe di lokasi, kami istirahat sejenak dan Indra bersama kakaknya pergi ke tempat kakanya itu. Sedangkan aku bersama Agus dan beberapa temen kerjanya, dan kebetulan ada anak Nganjuk juga di sana. Hari pertama di kota Kembang ini aku luangkan untuk istirahat dulu, dan malamnya aku keluar sama Agus dan dilanjut pergi bersama Indra, kakaknya serta dengan teman-temannya. Ya, meskipun diguyur hujan sih hehe. Seneng deh rasanya rame-rame. O iya, kami juga mampir di daerah yang kalau di Malang mirip daerah Payung. Tapi lupa aku namanya, pokok tempat nongkrong anak-anak muda. Ada satu yang berbeda di sini, yaitu pas kami makan, nasinya nasi ungu. Dan rasanya memang beda, gurih gimana gitu.

Sambil ngobrol-ngobrol kami merencanakan acara esok harinya. Karna TM-nya 2 hari lagi dilaksanakan, aku masih bisa rea-reo deh di kota Indah ini. Maklum mumpung lagi di Bandung euy, kapan lagi menikmati sejuknya kota Bandung, kapan lagi ngelihat obrolan orang-orang Sunda ini, hehe. Dan esok harinya kami berencana ke Gunung Tangkuban Perahu yang indah akan kabut dan kawahnya itu. Aku dan Agus waktu itu bangun sekitar jam 6 pagi yang ternyata dingin banget euy. Yahh, cukup cuci muka trus langsung tancap gas ke daerah lembang ke atas lagi. Ehhm, udah dingin, seger, mantep pisan pemandangannya. Nggak rugi dah ke sana. Nyampe di sana, ternyata Indra dan beserta kakak dan pacarnya udah di lokasi. Kami langsung mengitari pinggiran Gunung Tangkuban Perahu ini dan mungkin kami adalah pengunjung yang pertama lo, karna memang masih sepi. Setelah 30 menit’an beberapa pengunjung mulai berdatangan bersamaan dengan gelapnya kabut yang menghiasi kawah nan indah itu. Ya kurang lebih seperti ini wajah kusut orang-orang belum mandi ini.
Eko, Indra, Agus, Saya

F4 


Swiss van Sundanesse


Saat mau balik dari kawah Gunung Tangkuban Perahu ini, kami menyempatkan diri untuk singgah di kebun teh di daerah Subang. Ternyata luas bener kebunnya, tak heran jika minuman teh menjadi sesuatu yang sangat khas di Bandung dan sekitarnya. Ini cuplikan foto pas di kebun teh itu.






Nah itu hari keduaku di kota kembang. Di hari ketiga, aku diantar Agus ke kampus ITB untuk menghadiri Technical Meeting. Karna Agus hari itu harus bekerja, maka aku ditinggal dan akan dijemput pas sudah kelar acara TM-nya. Saya sendirian mengelilingi kampus yang berlogo gajah (ganesha) ini. Sesekali tanya mahasiswa di sana. Pas sudah nemuin ruangannya, nggak sengaja aku bertemu mahasiswa asal Universitas Brawijaya Malang yang kebetulan dia lagi sendirian juga mewakili 15 orang teman lainnya. Wah, kebetulan banget ketemu dia.

Kamipun basa-basi seputar ilmu PLC dan jurusan kami. Dan tak lama acara sudah dimulai, pesertanya banyak sekali. Pas acara sudah hampir selesai, aku memberitahu Agus untuk siap-siap jemput aku. Karna langit juga sudah melihatkan kegelapannya. Pas acara selesai, aku nunggu Agus sambil ngelihat anak-anak kesenian lagi melukis di lapangan sebelah Aula Timur ITB. Sungguh indah suasana saat itu. Tapi Agus juga tak kunjung tiba, pikirku dia lagi di jalan. Dan saat itu aku ganti menunggunya di masjid depan ITB, subhanallah menakjubkan sekali mahasiswa-mahasiswa di sini. Mereka rajin betul bergerombol untuk diskusi dan membahas masalah-masalah kuliah di sekitar taman masjid ini.

Hujan-pun turun, tapi masih belum nyampe si Agus nih. Jam menunjukkan pukul 14.00, wah mepet juga nih waktu *pikirku. Sebelumnya, aku dan Indra memesan tiket Pulang-Pergi, jadi harinya sudah ditentukan dan saat itu adalah kami harus kembali ke Malang. Tapi tak lama Agus-pun datang dan kami langsung bergegas ke tempat Agus untuk mengambil barang-barangku. Di tengah jalan hujan bertambah deras, di setiap sudut jalan raya macet karena banjir di beberapa titik kota. Wahh, pikiran nggak tenang masalahnya jam 15.30 aku harus sudah nyampe di Stasiun Bandung. Karena kereta berangkat jam segitu, dan jika aku telat maka hanguslah tiket yang aku pegang ini. Tapi, aku yakin kalo aku bisa nyampe stasiun sebelum jam keberangkatan itu. Agus-pun mencoba mencari jalan alternatif agar bisa nyampe rumahnya dengan cepat. Sekitar jam 14.45 kami nyampe rumah. Akupun cepet-cepet bergegas mengambil barang dan langsung ke menuju ke stasiun.

Di jalan, ternyata jalanan masih banjir dan macet. Wah, menambah daftar kekhawatiranku saja ini *pikirku. Dan di perjalanan, sesekali aku sms Indra dan ternyata di daerah kakaknya juga macet, malah parah katanya sampe-sampe sepeda motor sulit untuk bergerak. Memang parah euy kalau lagi hujan lebat, matot Bandung. Pas nyampe deket terminal, sepeda motor yang kami tumpangin menyalip seseorang dan tidak sengaja dia kena cipratan air di jalanan. Diapun mengejar kami sampe lampu merah, aku-pun kaget ketika dia marah-marah ga jelas kepada kami *masalahnya pake bahasa Sunda. Makanya nggak ngerti aku, yang ngerti Si Agus. Akupun bengong, hanya bisa berucap “ngapunten A’ ”. Tapi akhirnya diapun ngasih maaf.

Kami lanjutkan perjalanan dengan melewati jalan-jalan alternatif yang ga jelas itu. Dan pas nyampe di stasiun kota Bandung ini ternyata jam 15.25 WOOOW. Cuma tersisa 5 menit euy, nggak pake lama aku langsung pamit Agus trus nyerahin tiket ke petugas, dan keretapun sudah jalan pelan-pelan, aku kejar kereta itu dan taraaaaaa..akhirnya masuk gerbong juga. Terus gimana nasib si Indra? Nah, ini yang jadi masalah. Dia belum nyampe stasiun, sementara kerata sudah berjalan. Tapi kakaknya mengantarkannya mencoba untuk naik kereta di stasiun kereta kiara condong. Tapi alhasil “NIHIL”. Indra ketinggalan kereta euy, dan saya harus sendiri L.

Baju basah, perut lapar, tiada teman dan lengkap sudah penderitaan. Tapi yang paling bikin kesal itu perut yang lapar ini, gimana nggak lapar pagi cuma makan bubur ayam, siang gak makan karena hujan yang tak henti-henti ditambah perjalanan macet yang sangat menyita waktu itu. Nah ditambah lagi, di hadapanku ada cewek lagi enak-enaknya makan nasi bungkusnya dengan nikmat yang tiada tara itu, Puhhhh tambah perih rasanya perutku ini. Aku berharap segera ada pelayan kereta yang biasanya keliling jualan nasi, bakso atau snack yang lainnya. Maklum kereta Malabar yang aku naikin ini, pedagang asongan dilarang berjualan kecuali pas nyampe stasiun. Lha mau nunggu berapa kilometer lagi saya menemukan stasiun? Tapi, keingian saya akhirnya mulai terkabul, pelayan si kereta api ada yang menjajakan bakso.

Aku sih berharap nasi yang dijajakannya, tapi belum waktunya katanya. Macam main sepak bola saja pake waktu *pikirku. Ya, akhirnya aku santap tuh bakso yang harganya 3 kali lipat lebih mahal dari baksonya Cak To’glek langganan-ku di kost. Tak lama kemudian nasi goreng lewat, puhhhh nyeselnya. Tapi sekitar 20 menit kemudian akhirnya kami berhenti di stasiun, nggak tau stasiun apa namanya. Penjual-pun berliaran dan aku puas-puasin makan seenak + sekenyang mungkin. 

Dan begitulah aku lewati perjalanan yang berawal dari ketidakterdugaan sampai pada ketidakterdugaan lagi. Gimana nggak coba, udah berkesempatan ke ITB secara cuma-cuma, menikmati indahanya kota kembang meski salam perasaan yang was-was, mulai dari HP Agus nggak bisa dihubungin, mau dihajar orang gara-gara ngebut, mau ketinggalan kereta, pulang nggak Indra, sampai ngiler ngelihat cewek yang makan dengan mantapnya itu. Huuhuuuu,,,meski begitu saya tetap bersyukur udah bisa melihat Bandung. Semoga cerita ini bisa menjadi system immune bagi temen-temen yang ingin berangkat ke suatu tempat di mana persiapan, kesiapan dan kekuatan harus benar benar BENAR.

Terima kasih,

Gace

No comments:

Post a Comment